MAKALAH ALQUR’AN HADIS
SEJARAH KEHIDUPAN IBNU HAJAR AL - ASQALANI
GURU : Drs. ALI HASBIH PULUNGAN
KELAS : X MIA 5
DISUSUN OLEH :
NURFADHILAH MUHARANI MS
MADRASAH ALIYAH NEGERI 2 KOTA JAMBI
TAHUN 2019/2020
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kitab hadits sekunder tidak bisa dipandang sebelah mata. Walaupun pada masa maraknya penyusunan kitab hadits sekunder, ulama terkesan mencukupkan diri pada kitab-kitab sebelumnya. Mereka hanya melakukan penyempurnaan atau membuat kitab baru dengan mengambil referensi dari kitab terdahulu. Namun, para ulama tersebut berkesperimen agar membaca, memahami, atau bahkan menghafal hadits terasa lebih mudah.
Cara yang mereka gunakan adalah seperti tidak menyertakan sanadnya yang terlalu panjang. Dengan hanya menuliskan rawi dari kalangan sahabat saja. Terkadang mereka juga menambahkan penjelasan terhadap hadits yang disampaikan. Oleh karena itu, dengan adanya kitab hadits sekunder ini kajian hadits menjadi lebih berwarna dan semakin memudahkan.
Salah satu karya dari kitab hadits sekunder ini adalah kitab Bulugh al-Maram. Kitab Bulugh al-Maram termasuk salah satu kitab hadits populer di kalangan masyarakat Indonesia. Kitab ini banyak dikaji di berbagai pondok pesantren dan juga majlis ta’lim. Oleh karena itu, pemakalah merasa perlu untuk membahas kitab Bulugh al-Maram. Maka dalam makalah ini akan dibahas biografi pengarang Kitab Bulugh al-Maram, Ibnu Hajar al-‘Asqalani, sistematika penulisan kitab, kelebihan serta kekurangan dari kitab ini
1.2 Rumusan Masalah
- Bagaimana biografi ibnu hajar?
- Bagaimana perjalanan ibnu hajar dalam menuntut ilmu?
1.3 Tujuan
- Untuk mengetahui tentang biografi ibnu hajar
- Untuk mengetahui perjalanan ibnu hajar dalam menuntut ilmu
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Biografi Ibnu Hajar
Nama lengkapnya adalah Ahmad bin ‘Ali bin Muhammad bin Muhammad bin ‘Ali bin Mahmud bin Ahmad. Ia diberi gelar Syihabud din dan Syaikhul Islam, ia juga biasa dipanggil Abu Fadhl dan Abul ‘Abbas. Ibnu Hajar lahir pada 22 Sya’ban 773 H di tepi sungai Nil, Mesir. Nama Ibnu Hajar dinisbatkan pada suatu kabilah bernama Kinan yang berasal dari ‘Asqalan, sebuah kota di pesisir Syam, Palestina.
Ibnu Hajar berasal dari keluarga yang mencintai ilmu. Ayahnya, Nuruddin merupakan seorang ahli fikih, ilmu bahasa Arab dan sastra. Nuruddin juga banyak membuat sya’ir, salah satu syairnya terkumpul dalam kitabnya “Diwan al-Haram”.
Ayahnya wafat pada bulan Rajab 777 H. Sedangkan ibunya telah wafat ketika Ibnu Hajar masih balita. Ibnu Hajar melewati masa kecilnya sebagai yatim-piatu dan tidak mengenyam pendidikan hingga berumur lima tahun. Namun, Imam Ibnu Hajar diberkahi kecepatan dalam menghafal sejak kecil. Ia dapat menghafal setengah hizb Qur’an (seperempat juz) dalam satu hari. Diriwayatkan bahwasanya beliau pernah menghafal surat Maryam dalam satu hari.
Imam Ibnu Hajar belajar tajwid dan menyelesaikan hafalan Qur’an pada umur sembilan tahun bersama Syihab Ahmad Al-khayuthi. Lalu beliau pindah ke Mekah pada umur 12 tahun dan belajar di sana. Ibnu Hajar belajar hadis untuk pertama kali di Mekah kepada Qadhi Al-hafizh Jamaluddin Ahmad Al-Makki dengan mempelajari kitab ‘Umdatul Ahkam, lalu kembali ke Mesir.
Pada umur 17 tahun, Ibnu Hajar menuntut ilmu kepada Syaikh Syamsuddin Muhammad bin ‘Ali al-Misri. Beliau mempelajari Ushul fiqh, fikih, bahasa Arab, ilmu hitung dan ilmu lainnya. Setelah beberapa tahun, Ibnu Hajar belajar sejarah. Ilmu inilah yang kemudian membuatnya dekat dengan Ilmu Ahwalu Ar-Ruwat.
Julukan syaikhul semakin gemilang seiring bertambahnya umur. Ia mampu mengantongi banyak ijazah atas kitab-kitab hadis seperti Musnad Imam Ahmad bin Hanbal, Sunan Ad-Darimi dan Jami’ Shahihkarya Imam Bukhori. Segala hal yang diraih oleh sang Imam tak lepas dari rahmat Allah Swt.
Kesungguhan dan ketekunan sang Imam dalam menuntut ilmu membuahkan hasil gemilang yang masih dapat kita rasakan hingga sekarang. Di antara kebiasaan Ibnu Hajar dalam menuntut ilmu dan keindahan akhlaknya adalah: cepat dalam membaca hal-hal yang baik, cepat dalam menulis kebaikan, berteman dengan orang yang baik sesama penuntut ilmu, tidak ragu-ragu terhadap para pembesar, menginvestasikan seluruh waktu untuk belajar dan meneliti, rendah hati dalam menuntut ilmu, dan mampu menulis sambil mendengar.
Tidak hanya itu, ia juga selalu bersikap ramah terhadap orang asing dan penuntut ilmu, memelihara buku-buku dengan baik, sangat memuliakan guru, rajin shalat tahajud dan berpuasa, rajin membaca Al-Quran dan mencintai orang-orang shaleh, serta selalu mengamalkan apa yang telah dipelajari.
Ibnu Hajar belajar dari banyak guru, jumlah gurunya bahkan melebihi 200 orang. Para Imam dan Syaikh di zamannya mengakui kecerdasan dan kekuatan hafalan Ibnu Hajar. Salah satunya adalah apa yang disampaikan oleh Imam ibnu Al-Haim, “Ibnu Hajar adalah orang dengan kecerdasan mutlak, tidak ada yang melampaui kecerdasannya pada masa itu.
Selain itu, Imam Al-Bulqini, seorang mujtahid ‘alim memuji Ibnu Hajar dan berkata kepada Ibnu Hajar, “Engkau adalah seorang hafidz yang mutqin (teliti), kamu tidak meragukan apapun tentangmu.” Berkata pula Imam Al-Iraqi mengomentari kitab Lisanul Mizan karya Ibnu Hajar,”Kitab ini adalah karangan seorang hafidz, mutqin, kritikus, dan seseorang yang dapat berhujjah, yaitu Syihabuddin Ahmad bin Ali As-Syafi’i, semoga Allah memberikan manfaat padanya karena faidah-faidahnya.
Tahun 852 H, Sang Syaikhul Islam mulai mengalami sakit pada bulan Dzulqa’dah. Walaupun begitu Imam Ibnu Hajar masih menghadiri majelis imla dan sholawat, masih ikut melaksanakan shalat jumat dan bahkan tidak meninggalkan shalat berjamaah. Ia pun akhirnya wafat bersama awan mendung disertai hujan gerimis pada tahun 852 H.
Jenazahnya diantarkan oleh ribuan jamaah yang tak terhitung jumlahnya. Wafatnya Syaikhul Islam ini membuat umat Islam dirundung kesedihan lantaran kehilangan salah satu ulama terbaik umat ini. Diriwayatkan dari imam Al-Baihaqi, bahwa Ibnu Hajar telah mengislamkan banyak ahlu zimmi di masa tersebut.
Warisan beliau sangat terkenal dalam bidang keilmuan dan kepenulisan Islam terutama dalam ilmu hadis, di antara karya beliau adalah Fathul Barii Syarh Shahih Bukhari, Buluhgul Maraam min Tahqiqil Ahkam, Tahdzibut Tahdzib, dan masih banyak lagi karya-karya beliau yang sangat bermanfaat dan masih terus digunakan hingga sekarang.
Kisah Ibnu hajar sangat apik dan sarat dengan hikmah. Beliau sangat gigih dalam menuntut ilmu dari usia belia meskipun dengan keadaan yatim piatu. Keberkahan yang Allah Swt. curahkan kepada Ibnu Hajar adalah hikmah yang begitu nyata bahwa Allah tidak pernah menyia-nyiakan amalan orang-orang yang bersungguh-sunggih. Karena ilmu hanya akan menempel pada orang yang siap menyerahkan seluruh hidupnya untuk mencarinya, ilmu itu sangat pencemburu, ia tidak akan sudi dekat dengan orang-orang yang setengah-setengah hati datang padanya.
Ilmu mempunyai dua musuh paling berbahaya, yaitu malu dan sombong, malu bertanya mengakibatkan tersesat di jalan, sedangkan kesombongan hanya akan mengantarkan manusia pada keterbelakangan karena penolakan pada pembaruan dan perkembangan.
a. Karakter fisik
Ibnu Hajar adalah seorang yang mempunyai tinggi badan sedang berkulit putih, mukanya bercahaya, bentuk tubuhnya indah, berseri-seri mukanya, lebat jenggotnya, dan berwarna putih serta pendek kumisnya. Dia adalah seorang yang pendengaran dan penglihatan sehat, kuat dan utuh giginya, kecil mulutnya, kuat tubuhnya, bercita-cita tinggi, kurus badannya, fasih lisannya, lirih suaranya, sangat cerdas, pandai, pintar bersyair dan menjadi pemimpin dimasanya.
Ibnu Hajar tumbuh dan besar sebagai anak yatim, ayah beliau meninggal ketika ia berumur 4 tahun dan ibunya meninggal ketika ia masih balita. Ayah beliau meninggal pada bulam rajab 777 H. setelah berhaji dan mengunjungi Baitulmaqdis dan tinggal di dua tempat tersebut. Waktu itu Ibnu Hajar ikut bersama ayahnya. Setelah ayahnya meninggal beliau ikut dan diasuh oleh Az-Zaki Al-Kharubi (kakak tertua ibnu Hajar) sampai sang pengasuh meninggal. Hal itu karena sebelum meninggal, sang ayah berwasiat kepada anak tertuanya yaitu saudagar kaya bernama Abu Bakar Muhammad bin Ali bin Ahmad Al-Kharubi (wafat tahun 787 H.) untuk menanggung dan membantu adik-adiknya. Begitu juga sang ayah berwasiat kepada syaikh Syamsuddin Ibnu Al-Qaththan (wafat tahun 813 H.) karena kedekatannya dengan Ibnu Hajar kecil.
Ibnu Hajar tumbuh dan besar sebagai anak yatim piatu yang menjaga iffah (menjaga diri dari dosa), sangat berhati-hati, dan mandiri dibawah kepengasuhan kedua orang tersebut. Zaakiyuddin Abu Bakar Al-Kharubi memberikan perhatian yang luar biasa dalam memelihara dan memperhatikan serta mengajari beliau. Dia selalu membawa Ibnu Hajar ketika mengunjungi dan tinggal di Makkah hingga ia meninggal dunia tahun 787 H.
b. Mulai menuntut ilmu
Pada usia lima tahun Ibnu Hajar masuk Al-Maktab (semacam TPA sekarang) untuk menghafal Alquran, di sana ada seorang guru yang bernama Syamsuddin bin Al-Alaf yang saat itu menjadi gubernur Mesir dan juga Syamsuddin Al-Athrusy. Akan tetapi, ibnu Hajar belum berhasil menghafal Alquran sampai beliau diajar oleh seorang ahli fakih dan pengajar sejati yaitu Shadruddin Muhammad bin Muhammad bin Abdurrazaq As-Safthi Al Muqri’. Kepada beliau ini lah akhirnya ibnu Hajar dapat mengkhatamkan hafalan Alqurannya ketika berumur sembilan tahun.
Ketika Ibnu Hajar berumur 12 tahun ia ditunjuk sebagai imam shalat Tarawih di Masjidil Haram pada tahun 785 H. Ketika sang pengasuh berhaji pada tahun 784 H. Ibnu Hajar menyertainya sampai tahun 786 H. hingga kembali bersama Al-Kharubi ke Mesir. Setelah kembali ke Mesir pada tahun 786 H. Ibnu Hajar benAr-benar bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu, hingga ia hafal beberapa kitab-kitab induk seperti Al-‘Umdah Al-Ahkaam karya Abdulghani Al-Maqdisi, Al-Alfiyah fi Ulum Al-Hadits karya guru beliau Al-Haafizh Al-Iraqi, Al-Haawi Ash-Shaghi karya Al-Qazwinir, Mukhtashar ibnu Al-Haajib fi Al-Ushul danMulhatu Al-I’rob serta yang lainnya.
Pertama kali ia diberikan kesenangan meneliti kitab-kitab sejarah (tarikh) lalu banyak hafal nama-nama perawi dan keadaannya. Kemudian meneliti bidang sastra Arab dari tahun 792 H. dan menjadi pakar dalam syair.
Kemudian diberi kesenangan menuntut hadits dan dimulai sejak tahun 793 H. namun beliau belum konsentrasi penuh dalam ilmu ini kecuali pada tahun 796 H. Diwaktu itulah beliau konsentrasi penuh untuk mencari hadits dan ilmunya.
Saat ketidakpuasan dengan apa yang didapatkan akhirnya Ibnu Hajar bertemu dengan Al-Hafizh Al-Iraqi yaitu seorang syaikh besar yang terkenal sebagai ahli fikih, orang yang paling tahu tentang madzhab Syafi’i. Disamping itu ia seorang yang sempurna dalam penguasaan tafsir, hadist dan bahasa Arab. Ibnu Hajar menyertai sang guru selama sepuluh tahun. Dan dalam sepuluh tahun ini Ibnu Hajar menyelinginya dengan perjalanan ke Syam dan yang lainnya. Ditangan syaikh inilah Ibnu Hajar berkembang menjadi seorang ulama sejati dan menjadi orang pertama yang diberi izin Al-Iraqi untuk mengajarkan hadits. Sang guru memberikan gelar Ibnu Hajar dengan Al-Hafizh dan sangat dimuliakannya. Adapun setelah sang guru meninggal dia belajar dengan guru kedua yaitu Nuruddin Al-Haitsami, ada juga guru lain beliau yaitu Imam Muhibbuddin Muhammad bin Yahya bin Al-Wahdawaih melihat keseriusan Ibnu Hajar dalam mempelajari hadits, ia memberi saran untuk perlu juga mempelajari fikih karena orang akan membutuhkan ilmu itu dan menurut prediksinya ulama didaerah tersebut akan habis sehingga Ibnu Hajar amat diperlukan.
Imam Ibnu Hajar juga melakukan rihlah (perjalanan tholabul ilmi) ke negeri Syam, Hijaz dan Yaman dan ilmunya matang dalam usia muda himgga mayoritas ulama dizaman beliau mengizinkan beliau untuk berfatwa dan mengajar.
Beliau mengajar di Markaz Ilmiah yang banyak diantaranya mengajar tafsir di Al-madrasah Al-Husainiyah dan Al-Manshuriyah, mengajar hadits di Madaaris Al-Babrisiyah, Az-Zainiyah dan Asy-Syaikhuniyah dan lainnya. Membuka majlis Tasmi’ Al-hadits di Al-Mahmudiyah serta mengajarkan fikih di Al-Muayyudiyah dan selainnya. Beliau juga memegang masyikhakh (semacam kepala para Syeikh) di Al-Madrasah Al-Baibrisiyah dan madrasah lainnya (Lihat Ad-Dhau’ Al-Laami’ 2/39).
2.2 Perjalanan Ilmiah Ibnu Hajar
Perjalanan hidup al Hafizh sangatlah berkesan. Meski yatim piatu, semenjak kecil beliau memiliki semangat yang tinggi untuk belajar. Beliau masuk kuttab (semacam Taman Pendidikan al Qur’an) setelah genap berusia lima tahun. Hafal al Qur’an ketika genap berusia sembilan tahun. Di samping itu, pada masa kecilnya, beliau menghafal kitab-kitab ilmu yang ringkas, sepeti al ‘Umdah, al Hawi ash Shagir, Mukhtashar Ibnu Hajib dan Milhatul I’rab.
Semangat dalam menggali ilmu, beliau tunjukkan dengan tidak mencukupkan mencari ilmu di Mesir saja, tetapi beliau melakukan rihlah (perjalanan) ke banyak negeri. Semua itu dikunjungi untuk menimba ilmu.
Negeri-negeri yang pernah beliau singgahi dan tinggal disana, di antaranya:
- Dua tanah haram, yaitu Makkah dan Madinah. Beliau tinggal di Makkah al Mukarramah dan shalat Tarawih di Masjidil Haram pada tahun 785 H. Yaitu pada umur 12 tahun. Beliau mendengarkan Shahih Bukhari di Makkah dari Syaikh al Muhaddits (ahli hadits) ‘Afifuddin an-Naisaburi (an-Nasyawari) kemudian al-Makki Rahimahullah. Dan Ibnu Hajar berulang kali pergi ke Makkah untuk melakukah haji dan umrah.
- Dimasyq (Damaskus). Di negeri ini, beliau bertemu dengan murid-murid ahli sejarah dari kota Syam, Ibu ‘Asakir Rahimahullah. Dan beliau menimba ilmu dari Ibnu Mulaqqin dan al Bulqini.
- Baitul Maqdis, dan banyak kota-kota di Palestina, seperti Nablus, Khalil, Ramlah dan Ghuzzah. Beliau bertemu dengan para ulama di tempat-tempat tersebut dan mengambil manfaat.
- Shana’ dan beberapa kota di Yaman dan menimba ilmu dari mereka.
Semua ini, dilakukan oleh al Hafizh untuk menimba ilmu, dan mengambil ilmu langsung dari ulama-ulama besar. Dari sini kita bisa mengerti, bahwa guru-guru al Hafizh Ibnu Hajar al ‘Asqlani sangat banyak, dan merupakan ulama-ulama yang masyhur. Bisa dicatat, seperti: ‘Afifuddin an-Naisaburi (an-Nasyawari) kemudian al-Makki (wafat 790 H), Muhammad bin ‘Abdullah bin Zhahirah al Makki (wafat 717 H), Abul Hasan al Haitsami (wafat 807 H), Ibnul Mulaqqin (wafat 804 H), Sirajuddin al Bulqini Rahimahullah (wafat 805 H) dan beliaulah yang pertama kali mengizinkan al Hafizh mengajar dan berfatwa. Kemudian juga, Abul-Fadhl al ‘Iraqi (wafat 806 H) –beliaulah yang menjuluki Ibnu Hajar dengan sebutan al Hafizh, mengagungkannya dan mempersaksikan bahwa Ibnu Hajar adalah muridnya yang paling pandai dalam bidang hadits-, ‘Abdurrahim bin Razin Rahimahullah –dari beliau ini al Hafizh mendengarkan shahih al Bukhari-, al ‘Izz bin Jama’ah Rahimahullah, dan beliau banyak menimba ilmu darinya. Tercatat juga al Hummam al Khawarizmi Rahimahullah. Dalam mengambil ilmu-ilmu bahasa arab, al Hafizh belajar kepada al Fairuz Abadi Rahimahullah, penyusun kitab al Qamus (al Muhith-red), juga kepada Ahmad bin Abdurrahman Rahimahullah. Untuk masalah Qira’atus-sab’ (tujuh macam bacaan al Qur’an), beliau belajar kepada al Burhan at-Tanukhi Rahimahullah, dan lain-lain, yang jumlahnya mencapai 500 guru dalam berbagai cabang ilmu, khususnya fiqih dan hadits.
Jadi, al Hafizh Ibnu Hajar al Asqalani mengambil ilmu dari para imam pada zamannya di kota Mesir, dan melakukakan rihlah (perjalanan) ke negeri-negeri lain untuk menimba ilmu, sebagaimana kebiasaan para ahli hadits.
Layaknya sebagai seorang ‘alim yang luas ilmunya, maka beliau juga kedatangan para thalibul ‘ilmi (para penuntut ilmu, murid-red) dari berbagai penjuru yang ingin mengambil ilmu dari beliau, sehingga banyak sekali murid beliau. Bahkan tokoh-tokoh ulama dari berbagai madzhab adalah murid-murid beliau. Yang termasyhur misalnya, Imam ash-shakhawi (wafat 902 H), yang merupakan murid khusus al Hafizh dan penyebar ilmunya, kemudian al Biqa’i (wafat 885 H), Zakaria al-Anshari (wafat 926 H), Ibnu Qadhi Syuhbah (wafat 874 H), Ibnu Taghri Bardi (wafat 874 H), Ibnu Fahd al-Makki (wafat 871 H), dan masih banyak lagi yang lainnya.
a. Karya-Karyanya
Kepakaran al Hafizh Ibnu Hajar sangat terbukti. Beliau mulai menulis pada usia 23 tahun, dan terus berlanjut sampai mendekti ajalnya. Beliau mendapatkan karunia Allah Ta’ala di dalam karya-karyanya, yaitu keistimewaan-keistimewaan yang jarang didapati pada orang lain. Oleh karena itu, karya-karya beliau banyak diterima umat islam dan tersebar luas, semenjak beliau masih hidup. Para raja dan amir biasa saling memberikan hadiah dengan kitab-kitab Ibnu hajar Rahimahullah. Bahkan sampai sekarang, kita dapati banyak peneliti dan penulis bersandar pada karya-karya beliau Rahimahullah.
Di antara karya beliau yang terkenal ialah: Fathul Baari Syarh Shahih Bukhari, Bulughul Marom min Adillatil Ahkam, al Ishabah fi Tamyizish Shahabah, Tahdzibut Tahdzib, ad Durarul Kaminah, Taghliqut Ta’liq, Inbaul Ghumr bi Anbail Umr dan lain-lain.
Bahkan menurut muridnya, yaitu Imam asy-Syakhawi dalam kitab Ad-Dhiya’ Al-Laami’ menjelaskan bahwa karya tulis beliau mencapai lebih dari 150 karya, sedangkan dalam kitab Al-Jawaahir wad-Durar disampaikan lebih dari 270 karya.
Al-Haafizh ibnu Hajar telah menghabiskan waktunya untuk menuntut ilmu dan menyebarkannya dengan lisan, amalan dan tulisan. Beliau telah memberikan jasa besar bagi perkembangan beraneka ragam bidang keilmuan untuk umat ini.
Tulisan-tulisan Ibnu Hajar, antara lain:
- Ithaf Al-Mahrah bi Athraf Al-Asyrah.
- An-Nukat Azh-Zhiraf ala Al-Athraf.
- Ta’rif Ahli At-Taqdis bi Maratib Al-Maushufin bi At-Tadlis (Thaqabat Al-Mudallisin).
- Taghliq At-Ta’liq.
- At-Tamyiz fi Takhrij Ahadits Syarh Al-Wajiz (At-Talkhis Al-Habir).
- Ad-Dirayah fi Takhrij Ahadits Al-Hidayah.
- Fath Al-Bari bi Syarh Shahih Al-Bukhari.
- Al-Qaul Al-Musaddad fi Adz-Dzabbi an Musnad Al-Imam Ahmad.
- Al-Kafi Asy-Syafi fi Takhrij Ahadits Al-Kasyyaf.
- Mukhtashar At-Targhib wa At-Tarhib.
- Al-Mathalib Al-Aliyah bi Zawaid Al-Masanid Ats-Tsamaniyah.
- Nukhbah Al-Fikri fi Mushthalah Ahli Al-Atsar.
- Nuzhah An-Nazhar fi Taudhih Nukhbah Al-Fikr
b. Mengemban Tugas Sebagai Hakim
Beliau terkenal memiliki sifat tawadhu’, hilm (tahan emosi), sabar, dan agung. Juga dikenal banyak beribadah, shalat malam, puasa sunnah dan lainnya. Selain itu, beliau juga dikenal dengan sifat wara’ (kehati-hatian), dermawan, suka mengalah dan memiliki adab yang baik kepada para ulama pada zaman dahulu dan yang kemudian, serta terhadap orang-orang yang bergaul dengan beliau, baik tua maupun muda. Dengan sifat-sifat yang beliau miliki, tak heran jika perjalanan hidupnya beliau ditawari untuk menjabat sebagai hakim.
Sebagai contohya, ada seorang hakim yang bernama Ashadr al Munawi, menawarkan kepada al Hafizh untuk menjadi wakilnya, namu beliau menolaknya, bahkan bertekad untuk tidak menjabat di kehakiman. Kemudian, Sulthan al Muayyad Rahimahullah menyerahkan kehakiman dalam perkara yang khusus kepada Ibnu Hajar Rahimahullah. Demikian juga hakim Jalaluddin al Bulqani Rahimahullah mendesaknya agar mau menjadi wakilnya. Sulthan juga menawarkan kepada beliau untuk memangku jabatan Hakim Agung di negeri Mesir pada tahun 827 H. Waktu itu beliau menerima, tetapi pada akhirnya menyesalinya, karena para pejabat negara tidak mau membedakan antara orang shalih dengan lainnya. Para pejabat negara juga suka mengecam apabila keinginan mereka ditolak, walaupun menyelisihi kebenaran. Bahkan mereka memusuhi orang karena itu. Maka seorang hakim harus berbasa-basi dengan banyak fihak sehingga sangat menyulitkan untuk menegakkan keadilan.
Setelah satu tahun, yaitu tanggal 7 atau 8 Dzulqa’idah 828 H, akhirnya beliau mengundurkan diri.Pada tahun ini pula, Sulthan memintanya lagi dengan sangat, agar beliau menerima jabatan sebagai hakim kembali. Sehingga al Hafizh memandang, jika hal tersebut wajib bagi beliau, yang kemudian beliau menerima jabatan tersebut tanggal 2 rajab. Masyarakatpun sangat bergembira, karena memang mereka sangat mencintai beliau. Kekuasaan beliau pun ditambah, yaitu diserahkannya kehakiman kota Syam kepada beliau pada tahun 833 H.
Jabatan sebagai hakim, beliau jalani pasang surut. Terkadang beliau memangku jabatan hakim itu, dan terkadang meninggalkannya. Ini berulang sampai tujuh kali. Penyebabnya, karena banyaknya fitnah, keributan, fanatisme dan hawa nafsu.
Jika dihitung, total jabatan kehakiman beliau mencapai 21 tahun. Semenjak menjabat hakim Agung. Terakhir kali beliau memegang jabatan hakim, yaitu pada tanggal 8 Rabi’uts Tsani 852 H, tahun beliau wafat.
Selain kehakiman, beliau juga memilki tugas-tugas:
- Berkhutbah di Masjid Jami’ al Azhar.
- Berkhutbah di Masjid Jami’ ‘Amr bin al Ash di Kairo.
- Jabatan memberi fatwa di Gedung Pengadilan.
Di tengah-tengah mengemban tugasnya, beliau tetap tekun dalam samudra ilmu, seperti mengkaji dan meneliti hadits-hadits, membacanya, membacakan kepada umat, menyusun kitab-kitab, mengajar tafsir, hadits, fiqih dan ceramah di berbagai tempat, juga mendiktekan dengan hafalannya. Beliau mengajar sampai 20 madrasah. Banyak orang-orang utama dan tokoh-tokoh ulama yang mendatanginya dan mengambil ilmu darinya.
c. Kedudukannya
Ibnu Hajar Rahimahullah menjadi salah satu ulama kebanggaan umat, salah satu tokoh dari kalangan ulama, salah satu pemimpin ilmu. Allah Ta’ala memberikan manfaat dengan ilmu yang beliau miliki, sehingga lahirlah murid-murid besar dan disusunnya kitab-kitab.
Seandainya kitab beliau hanya Fathul Bari, cukuplah untuk meninggikan dan menunjukkan keagungan kedudukan beliau. Karena kitab ini benar-benar merupakan kamus Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaii wasallam. Sedangkan karya beliau berjumlah lebih dari 150 kitab.
Syaikh al Albani Rahimahullah mengatakan, Adalah merupakan kedzaliman jika mengatakan mereka (yaitu an-Nawawi dan Ibnu Hajar al ‘Asqalani) dan orang-orang semacam mereka termasuk ke dalam golongan ahli bid’ah. Menurut Syaikh al Albani, meskipun keduanya beraqidah Asy’ariyyah, tetapi mereka tidak sengaja menyelisihi al Kitab dan as Sunnah. Anggapan mereka, aqidah Asy’ariyyah yang mereka warisi itu adalah dua hal: Pertama, bahwa Imam al Asy’ari mengatakannya, padahal beliau tidak mengatakannya, kecuali pada masa sebelumnya, (lalu beliau tinggalkan dan menuju aqidah Salaf,). Kedua, mereka menyangka sebagai kebenaran, padahal tidak.
d. Guru beliau
Para Guru Beliau, antara lain :
- Al-Mu’jam Al-Muassis lil Mu’jam Al-Mufahris.
- Al-Mu’jam Al-Mufahris.
Imam As-Sakhaawi membagi guru beliau menjadi tiga klasifikasi:
- Guru yang beliau dengar hadits darinya walaupun hanya satu hadits
- Guru yang memberikan ijazah kepada beliau
- Guru yang beliau ambil ilmunya secara mudzkarah atau mendengar darinya khutbah atau karya ilmiahnya.
- Guru beliau mencapai lebih dari 640an orang, sedangkan Ibnu Khalil Ad-Dimasyqi dalam kitab Jumaan Ad-Durar membagi para guru beliau dalam tiga bagian juga dan menyampaikan jumlahnya 639 orang.
Dalam kesempatan ini kami hanya menyampaikan beberapa saja dari mereka yang memiliki pengaruh besar dalam perkembangan keilmuan beliau agar tidak terlalu panjang biografi beliau ini.
Diantara para guru beliau tersebut adalah:
I. Bidang keilmuan Al-Qira’aat (ilmu Alquran):
Syeikh Ibrahim bin Ahmad bin Abdulwahid bin Abdulmu`min bin ‘Ulwaan At-Tanukhi Al-Ba’li Ad-Dimasyqi (wafat tahun 800 H.) dikenal dengan Burhanuddin Asy-Syaami. Ibnu Hajar belajar dan membaca langsung kepada beliau sebagian Alquran, kitab Asy-Syathibiyah, Shahih Al-Bukhari dan sebagian musnad dan Juz Al-Hadits. Syeikh Burhanuddin ini memberikan izin kepada Ibnu Hajar dalam fatwa dan pengajaran pada tahun 796 H.
II. Bidang ilmu Fikih:
Syeikh Abu Hafsh Sirajuddin Umar bin Ruslaan bin Nushair bin Shalih Al-Kinaani Al-‘Asqalani Al-Bulqini Al-Mishri (wafat tahun 805 H) seorang mujtahid, haafizh dan seorang ulama besar. Beliau memiliki karya ilmiah, diantaranya: Mahaasin Al-Ish-thilaah Fi Al-Mushtholah dan Hawasyi ‘ala Ar-Raudhah serta lainnya.
Syeikh Umar bin Ali bin Ahmad bin Muhammad bin Abdillah Al-Anshari Al-Andalusi Al-Mishri (wafat tahun 804 H) dikenal dengan Ibnu Al-Mulaqqin. Beliau orang yang terbanyak karya ilmiahnya dizaman tersebut. Diantara karya beliau: Al-I’laam Bi Fawaa`id ‘Umdah Al-Ahkam (dicetak dalam 11 jilid) dan Takhrij ahaadits Ar-Raafi’i (dicetak dalam 6 jilid) dan Syarah Shahih Al-Bukhari dalam 20 jilid. Burhanuddin Abu Muhammad Ibrahim bin Musa bin Ayub Ibnu Abnaasi (725-782 ).
III. Bidang ilmu Ushul Al-Fikih :
Syeikh Izzuddin Muhammad bin Abu bakar bin Abdulaziz bin Muhammad bin Ibrahim bin Sa’dullah bin Jama’ah Al-Kinaani Al-Hamwi Al-Mishri (Wafat tahun 819 H.) dikenal dengan Ibnu Jama’ah seorang faqih, ushuli, Muhaddits, ahli kalam, sastrawan dan ahli nahwu. Ibnu Hajar Mulazamah kepada beliau dari tahun 790 H. sampai 819 H.
IV. Bidang ilmu Sastra Arab :
Majduddin Abu Thaahir Muhammad bin Ya’qub bin Muhammad bin Ibrahim bin Umar Asy-Syairazi Al-Fairuzabadi (729-827 H.). seorang ulama pakar satra Arab yang paling terkenal dimasa itu.Syamsuddin Muhammad bin Muhammad bin ‘Ali bin Abdurrazaaq Al-Ghumaari 9720 -802 H.).
V. Bidang hadits dan ilmunya:
Zainuddin Abdurrahim bin Al-Husein bin Abdurrahman bin Abu bakar bin Ibrahim Al-Mahraani Al-Iraqi (725-806 H. ).Nuruddin abul Hasan Ali bin Abu Bakar bin Sulaimanbin Abu Bakar bin Umar bin Shalih Al-Haitsami (735 -807 H.).
Selain beberapa yang telah disebutkan di atas, guru-guru Ibnu Hajar, antara lain:
- Al-Iraqi, seorang yang paling banyak menguasai bidang hadits dan ilmu-ilmu yang berhubungan dengan hadits.
- Al-Haitsami, seorang yang paling hafal tentang matan-matan.
- Al-Ghimari, seorang yang banyak tahu tentang bahasa Arab dan berhubungan dengan bahasa Arab.
- A-Muhib bin Hisyam, seorang yang cerdas.
- Al-Ghifari, seorang yang hebat hafalannya.
- Al-Abnasi, seorang yang terkenal kehebatannya dalam mengajar dan memahamkan orang lain.
- Al-Izzu bin Jamaah, seorang yang banyak menguasai beragam bidang ilmu.
- At-Tanukhi, seorang yang terkenal dengan qira’atnya dan ketinggian sanadnya dalam qira’at.
e. Murid Beliau
Kedudukan dan ilmu beliau yang sangat luas dan dalam tentunya menjadi perhatian para penuntut ilmu dari segala penjuru dunia. Mereka berlomba-lomba mengarungi lautan dan daratan untuk dapat mengambil ilmu dari sang ulama ini. Oleh karena itu tercatat lebih dari lima ratus murid beliau sebagaimana disampaikan murid beliau imam As-Sakhawi.
Diantara murid beliau yang terkenal adalah:
- Syeikh Ibrahim bin Ali bin Asy-Syeikh bin Burhanuddin bin Zhahiirah Al-Makki Asy-Syafi’i (wafat tahun 891 H.).
- Syeikh Ahmad bin Utsmaan bin Muhammad bin Ibrahim bin Abdillah Al-Karmaani Al-hanafi (wafat tahun 835 H.) dikenal dengan Syihabuddin Abul Fathi Al-Kalutaani seorang Muhaddits.
- Syihabuddin Ahmad bin Muhammad bin Ali bin Hasan Al-Anshari Al-Khazraji (wafat tahun 875 H.) yang dikenal dengan Al-Hijaazi.
- Zakariya bin Muhammad bin Zakariya Al-Anshari wafat tahun 926 H.
- Muhammad bin Abdurrahman bin Muhammad bin Abu bakar bin Utsmaan As-Sakhaawi Asy-Syafi’i wafat tahun 902 H.
- Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Abdullah bin Fahd Al-Hasyimi Al-‘Alawi Al-Makki wafat tahun 871 H.
- Burhanuddin Al-Baqa’i, penulis kitab Nuzhum Ad-Dhurar fi Tanasub Al-Ayi wa As-Suwar.
- Ibnu Al-Haidhari.
- At-Tafi bin Fahd Al-Makki.
- Al-Kamal bin Al-Hamam Al-Hanafi.
- Qasim bin Quthlubugha.
- Ibnu Taghri Bardi, penulis kitab Al-Manhal Ash-Shafi.
- Ibnu Quzni.
- Abul Fadhl bin Asy-Syihnah.
- Al-Muhib Al-Bakri.
- Ibnu Ash-Shairafi,menjadi Qadhi
f. Wafatnya
Setelah melalui masa-masa kehidupan yang penuh dengan kegiatan ilmiah dalam khidmah kepada ilmu dan berjihad menyebarkannya dengan beragam sarana yang ada. Ibnu Hajar jatuh sakit dirumahnya setelah ia mengundurkan diri dari jabatannya sebagai qadhi pada tanggal 25 Jamadal Akhir tahun 852 H. Dia adalah seorang yang selalu sibuk dengan mengarang dan mendatangi majelis-majelis taklim hingga pertama kali penyakit itu menjangkit yaitu pada bulan Dzulqa’dah tahun 852 H. Ketika ia sakit yang membawanya meninggal, ia berkata, “Ya Allah, bolehlah engkau tidak memberikanku kesehatan, tetapi janganlah engkau tidak memberikanku pengampunan.” Beliau berusaha menyembunyikan penyakitnya dan tetap menunaikan kewajibannya mengajar dan membacakan imla’. Namun penyakit tersebut semakin bertambah parah sehingga para tabib dan penguasa (umara) serta para Qadhi bolak balik menjenguk beliau. Sakit ini berlangsung lebih dari satu bulan kemudian beliau terkena diare yang sangat parah dengan mengeluarkan darah. Imam As-Sakhaawi berkata, “Saya mengira Allah telah memuliakan beliau dengan mati syahid, karena penyakit tha’un telah muncul. Kemudian pada malam sabtu tanggal 18 Dzulhijjah tahun 852 H. berselang dua jam setelah shalat isya’, orang-orang dan para sahabatnya berkerumun didekatnya menyaksikan hadirnya sakaratul maut.”
Hari itu adalah hari musibah yang sangat besar. Orang-orang menangisi kepergiannya sampai-sampai orang nonmuslim pun ikut meratapi kematian beliau. Pada hari itu pasar-pasar ditutup demi menyertai kepergiannya. Para pelayat yang datang pun sampai-sampai tidak dapat dihitung. Semua para pembesar dan pejabat kerajaan saat itu datang melayat dan bersama masyarakat yang banyak sekali menshalatkan jenazah beliau. Diperkirakan orang yang menshalatkan beliau lebih dari 50.000 orang dan Amirul Mukminin khalifah Al-Abbasiah mempersilahkan Al-Bulqini untuk menyalati Ibnu Hajar di Ar-Ramilah di luar kota Kairo. Jenazah beliau kemudian dipindah ke Al-Qarafah Ash-Shughra untuk dikubur di pekuburan Bani Al-Kharrubi yang berhadapan dengan masjid Ad-Dailami di antara makam Imam Syafi’i dengan Syaikh Muslim As-Silmi.
g. Sanjungan Para Ulama Terhadapnya
Al-Hafizh As-Sakhawi berkata, “Adapun pujian para ulama terhadapnya, ketahuilah pujian mereka tidak dapat dihitung. Mereka memberikan pujian yang tak terkira jumlahnya, namun saya berusaha untuk menyebutkan sebagiannya sesuai dengan kemampuan.”
Al-Iraqi berkata, “Ia adalah syaikh, yang alim, yang sempurna, yang mulia, yang seorang muhhadits (ahli hadist), yang banyak memberikan manfaat, yang agung, seorang Al-Hafizh, yang sangat bertakwa, yang dhabit (dapat dipercaya perkataannya), yang tsiqah, yang amanah, Syihabudin Ahmad Abdul Fadhl bin Asy-Syaikh, Al-Imam, Al-Alim, Al-Auhad, Al-Marhum Nurudin, yang kumpul kepadanya para perawi dan syaikh-syaikh, yang pandai dalam nasikh dan mansukh, yang menguasai Al-Muwafaqat dan Al-Abdal, yang dapat membedakan antara rawi-rawi yang tsiqah dan dhaif, yang banyak menemui para ahli hadits,dan yang banyak ilmunya dalam waktu yang relatif pendek.” Dan masih banyak lagi Ulama yang memuji dia, dengan kepandaian Ibnu Hajar.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari makalah ini adalah bahwasanya Ibnu Hajar Al - asqalani. Merupakan seorang pemuda yang tekun dan giat dalam menuntut ilmu .Dan bagaimana kita sebagai umat islam untuk menjadikan beliau sebagai contoh dan suri taulaadan bagi kita dalam kehidupan sehari – hari .
3.2 Saran
Adapun saran penulis kepada pembaca agar dapat lebih mengetahui tentang kehidupan Ibnu Hajar Al – asqalani , proses menuntut ilmu yang dilakukan oleh Ibnu Hajar Al - asqalani. Selain dari pada itu, bila terdapat kesalahan kami mohon maaf karena masih dalam proses pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
http://makalahirfan.blogspot.com/2018/12/biografi-ibnu-hajar-al-asqalani.html , 3 Maret 2019, 06:45
https://kisahmuslim.com/1255-ibnu-hajar.html , 1 Maret 2019, 21:30
http://pustakaimamsyafii.com/ibnu-hajar-al-asqolani-773-852-h.html , 1 Maret 2019, 21:40
http://ceritapenyejukhati.blogspot.com/2013/09/kisah-ibnu-hajar-si-anak-batu.html , 1 Maret 2019, 21:45
https://islami.co/ibnu-hajar-al-asqalani-ulama-hadis-bergelar-syaikhul-islam/ , 1 Maret 2019, 22.10
Untuk melihat lebih jelas, silahkan DOWNLOAD filenya.
Tidak ada komentar: