MAKALAH SEJARAH INDONESIA
STRATEGI PERLAWANAN BANGSA INDONESIA MENGHADAPI PENJAJAHAN HINGGA ABAD XX
( Perlawanan Rakyat Terhadap Portugis & VOC )
Disusun oleh :
KELOMPOK IV
A......
I.....
Nurfadhilah Muharani Ms
V........
XI MIA 4
Syamsiah, HS, S.Pd.I
MADRASAH ALIYAH NEGERI 2 KOTA JAMBI
JLN. ADITYAWARMAN SUKAREJO THE HOK, JAMBI SELATAN
TAHUN AJARAN 2019/2020
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia yang berada di bumi bagian timur ini memiliki kekayaan alam yang melimpah. Tanah yang subur sehingga memudahkan tumbuhnya berbagai tumbuhan termasuk rempah – rempah yang menjadi salah satu incaran dari berbagai penjuru dunia.
Datangnya para Bangsa Barat ke Indonesia menciptakan sejarah yang tak terlupakan dan terus diabadikan. Berhasilnya mereka mendapatkan tujuannya inilah awal dari adanya sejarah rakyat Indonesia. Bangsa Barat memiliki kepandndaian dan kelicikan sehingga mereka dapat mengusai Nusantara dengan berbagai cara. Tidak berhenti di situ, mereka juga menjajah dengan mengeksploitasi kekayaan Indonesia dengan memanfaatkan tenaga manusia pribumi tanpa memberi upah.
Kesewenang – wenangan inilah yang menimbulkan perlawanan dari rakyat pribumi di berbagai daerah untuk mengusir dan menghapuskan penjajahan. Proses penjajahan di Indonesia adalah proses perjuangan yang tidak akan cukup tergambarkan dalam satu atau dua buku. Berbagai pristiwa yang pernah dialami maupun berbagai peninggalan yang masih tersisa merupakan saksi yang masih banyak menyimpan rahasiah yang mungkin belum mampu terungkap.
1.2 Rumusan Masalah
- Bagaimana perlawanan rakyat Aceh terhadap Portugis ?
- Bagaimana perlawanan rakyat Maluku terhadap Portugis dan VOC ?
- Bagaimana perlawanan rakyat Mataram terhadap VOC ?
- Bagimana perlawanan rakyat Banten terhadap VOC ?
- Bagaimana perlawanan rakyat Makassar terhadap VOC ?
- Bagaimana perlawanan rakyat Riau terhadap VOC ?
- Bagaimana perlawanan Etnik Tionghoa terhadap VOC ?
1.3 Tujuan
- Untuk lebih mengetahui Perlawanan rakyat Aceh terhadap Portugis
- Untuk lebih mengetahui perlawanan rakyat Maluku terhadap Portugis dan VOC
- Untuk lebih mengetahui perlawanan rakyat Mataram terhadap VOC
- Untuk lebih mengetahui perlawanan rakyat Banten terhadap VOC
- Untuk lebih mengetahui perlawanan rakyat Makassar terhadap VOC
- Untuk lebih mengetahui perlawanan rakyat Riau terhadap VOC
- Untuk lebih mengetahui perlawanan Etnik Tionghoa terhadap VOC
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Perlawanan Rakyat Aceh Terhadap Portugis
Pada tahun 1511 portugis berhasil menguasai Malaka. Kondisi ini menyebabkan perdagangan di monopoli oleh Portugis. Pedagang asing, khususnya pedagang Islam dilarang Berdagang di wilayah Malaka. Praktik monopoli yang diterapkan Portugis di Malaka sebenarnya memberi keuntungan bagi Aceh. Tunggu menjadi pelabuhan transito yang sangat ramai. Akan tetapi kedudukan Portugis di Malaka menjadi ancaman sekaligus hambatan bagi Sultan Iskandar Muda untuk mewujudkan cita-citanya yaitu menguasai Malaka. Sebaliknya menganggap Pelabuhan Aceh yang semakin ramai menjadi Ancaman bagi Portugis.
2.1.1 Latar Belakang Perlawanan Rakyat Aceh Terhadap Portugis
Komoditas utama yang dihasilkan Aceh adalah lada. Sudah menjadi Komoditas utama yang mendominasi permintaan pasar dunia. Oleh karena itu, portugis berusaha menaklukkan Aceh agar dapat memonopoli perdagangan lada di wilayah Indonesia.
Kedudukan Portugis di Malaka Ternyata dianggap Ancaman bagi Aceh. Untuk menghadapi serangan Portugis yang bisa terjadi sewaktu-waktu Aceh melengkapi kapal-kapal dagangnya dengan senjata, prajurit, dan meriam. Aceh juga melakukan kerjasama dengan kerajaan-kerajaan lain seperti Turki, Kalikut, dan Demak.
Portugis berusaha menaklukkan aceh dengan cara menyerang pertahanan aceh. A portugis juga mengganggu kapal-kapal dagang milik Belanda. Bagi kerajaan Aceh tindakan Portugis ini telah mengganggu kedaulatan kerajaan Aceh. Oleh karena itu Aceh mengumpulkan kekuatan untuk menyerang Portugis.
2.1.2 Jalannya Perlawanan
Setelah kekuatan Aceh dirasa cukup, sultan Salahudin riayat Syah Kahar memimpin pasukan menyerang Portugis di Malaka. Portugis harus berjuang keras untuk mengalahkan pasukan Aceh yang datang secara tiba-tiba serangan ini dibalas oleh Portugis pada tahun 1569 dengan menyerang balik Aceh. Serangan Portugis ini dapat digagalkan oleh pasukan Aceh.
Pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda, aceh tumbuh menjadi kerajaan yang sangat besar dan makmur Sultan. Kembali mengumpulkan kekuatan untuk menyerang Malaka. Selain untuk mengusir Portugis Sultan Iskandar Muda ingin menguasai Malaka untuk mewujudkan mimpi menyatukan Sumatera Utara dan Malaka.
Sultan Iskandar Muda menyediakan kapal-kapal baru yang dapat memuat 600-800 prajurit.Kekuatan pertahanan darat Aceh juga ditambah dengan mendatangkan kuda-kuda dari Persia, menciptakan pasukan gajah dan misi infanteri. Sultan Iskandar Muda juga menempatkan pengawas di jalur-jalur perdagangan untuk mengamankan wilayah kekuasaannya. Pasukan Aceh dibawah Sultan Iskandar Muda melakukan serangan besar-besaran kepada Portugis. Serangan ini sempat membuat Portugis kewalahan dan harus mengerahkan semua kekuatannya untuk menghadapi pasukan Sultan Iskandar Muda. Akan tetapi, serangan ini belum berhasil mengusir Portugis dari tanah Malaka. Pada tahun-tahun berikutnya, pasukan Aceh dan Portugis terus saling menyerang, aceh maupun Portugis sama-sama tidak bisa saling menguasai.
Perjuangan Aceh untuk mengusir Portugis telah dilakukan dengan gigih akan tetapi usaha tersebut belum mampu mengusir Portugis dari Malaka. Setelah Sultan Iskandar Muda wafat, pemimpin Aceh berada di tangan Sultan Iskandar thani. Sultan Iskandar thani tidak secakep Sultan Iskandar Muda sehingga Kerajaan aceh mengalami kemunduran. Pada tahun 1641 Portugis akhirnya keluar dari Malaka karena kedatangan VOC, VOC mampu menggantikan kedudukan Portugis menguasai perdagangan di Malaka.
2.2 Perlawanan Rakyat Maluku Terhadap Portugis Dan Voc
2.2.1 Perlawanan Rakyat Maluku Terhadap Portugis
Bangsa Portugis berhasil memasuki Kepulauan Maluku pada tahun 1521. Mereka memusatkan aktivitasnya di Ternate. Tidak berselang lama kemudian orang-orang Spanyol juga memasuki Kepulauan Maluku dengan memusatkan kedudukannya di Tidore. Lalu terjadilah persaingan antara kedua belah pihak.
Persaingan tersebut semakin tajam setelah Portugis berhasil menjalin persekutuan dengan Ternate dan Spanyol bersahabat dengan Tidore. Semua ini tidak terlepas dari ambisi bangsa-bangsa Barat untuk menguasai perdagangan dan menanamkan kekuasaannya di Maluku. Mereka sering memanfaatkan kelemahan kaum pribumi termasuk memanfaatkan intrik-intrik yang membuat perpecahan di lingkungan istana.
Pada tahun 1529 terjadilah pertempuran antara Tidore melawan Portugis. Penyebab perang ini karena kapal-kapal Portugis menembaki jung-jung dari Banda yang akan membeli cengkih ke Tidore. Tentu saja Tidore tidak dapat menerima tindakan armada Portugis. Rakyat Tidore angkat senjata. Terjadilah perang antara Tidore melawan Portugis. Dalam perang ini Portugis mendapat dukungan dari Ternate dan Bacan. Akhirnya Portugis mendapat kemenangan.
Dengan kemenangan yang didapatkannya menjadikan Portugis semakin sombong dan sering berlaku kasar terhadap penduduk Maluku. Upaya monopoli terus dilakukan. Maka, wajar jika sering terjadi letupan-letupan perlawanan rakyat. Sementara itu konflik dan persaingan antara Portugis dan Spanyol di Maluku ini harus segera diakhiri. Dengan mengingat kesepakatan pada Perjanjian Tordesillas, maka diadakan perjanjian damai antara Portugis dan Spanyol.
Perjanjian damai dilaksanakan di Saragosa pada tahun 1529. Berdasarkan Perjanjian Saragosa ini disepakati bahwa Portugis tetap berkuasa di Maluku, sementara Spanyol berkuasa di wilayah Filipina. Dengan demikian setelah ditandatangani Perjanjian Saragosa, kedudukan Portugis di Maluku semakin kuat. Portugis semakin berkuasa untuk memaksakan kehendaknya melakukan monopoli perdagangan rempah-rempah di Maluku. Kedudukan Portugis juga semakin mengancam kedaulatan kerajaan-kerajaan yang ada di Maluku.
Melihat kesewenang-wenangan Portugis itu, pada tahun 1565 muncul perlawanan rakyat Ternate di bawah pimpinan Sultan Khaerun/Hairun. Sultan Khaerun menyerukan seluruh rakyat dari Irian/Papua sampai Jawa untuk angkat senjata melawan kezaliman kolonial Portugis. Portugis mulai kewalahan dan menawarkan perundingan kepada Sultan Khaerun. Dengan pertimbangan kemanusiaan, Sultan Khaerun menerima ajakan Portugis.
Perundingan dilaksanakan pada tahun 1570 berlokasi di Benteng Sao Paolo. Ternyata semua ini hanyalah tipu muslihat Portugis. Pada saat perundingan sedang berlangsung, Sultan Khaerun ditangkap dan dibunuh. Tindakan yang dilakukan Portugis waktu itu sungguh kejam dan tidak mengenal perikemanusiaan. Demi keuntungan ekonomi Portugis telah merusak sendi-sendi kehidupan kemanusiaan dan keberagamaan.
Setelah Sultan Khaerun dibunuh, perlawanan dilanjutkan di bawah pimpinan Sultan Baabullah (putera Sultan Khaerun). Melihat tindakan Portugis yang tidak mengenal nilai-nilai kemanusiaan, semangat rakyat Maluku untuk melawannya semakin berkobar. Seluruh rakyat Maluku berhasil dipersatukan termasuk Ternate dan Tidore untuk melancarkan serangan besar-besaran terhadap Portugis. Akhirnya Portugis dapat didesak dan pada tahun 1575 berhasil diusir dari Ternate. Orang-orang Portugis kemudian melarikan diri dan menetap di Ambon. Pada tahun 1605 Portugis dapat diusir oleh VOC dari Ambon dan kemudian menetap di Timor Timur.
2.2.2 Perlawanan Rakyat Maluku terhadap VOC
Serangkaian perlawanan rakyat terus terjadi terhadap Portugis maupun VOC yang melakukan tindakan kejam dan sewenang-wenang kepada rakyat. Misalnya pada periode tahun 1635-1646 terjadi serangan bertubi-tubi dari rakyat Hitu yang dipimpin oleh Kakiali dan Telukabesi. Perlawanan rakyat ini juga meluas ke Ambon. Tahun 1650 perlawanan rakyat juga terjadi di Ternate yang dipimpin oleh Kecili Said. Sementara perlawanan secara gerilya terjadi seperti di Jailolo. Namun berbagai serangan itu selalu dapat dipatahkan oleh kekuatan VOC yang memiliki organisasi serta peralatan senjata lebih lengkap. Rakyat terus mengalami penderitaan akibat kebijakan monopoli rempah-rempah yang disertai dengan Pelayaran Hongi.
Di tahun 1680, VOC memaksakan sebuah perjanjian baru dengan penguasa Tidore. Kerajaan Tidore yang semula sebagai sekutu turun statusnya menjadi vassal VOC. Sebagai penguasa yang baru diangkatlah Putra Alam sebagai Sultan Tidore (menurut tradisi kerajaan Tidore yang berhak sebagai sultan semestinya adalah Pangeran Nuku).
Penempatan Tidore sebagai vassal atau daerah kekuasaan VOC memunculkan protes keras dari Pangeran Nuku. Akhirnya Nuku memimpin perlawanan rakyat. Terjadilah sebuah perang hebat antara rakyat Maluku di bawah pimpinan Pangeran Nuku melawan kekuatan kompeni Belanda (tentara VOC). Pangeran Nuku mendapat dukungan penuh dari rakyat Papua di bawah pimpinan Raja Ampat dan juga orang-orang Gamrange dari Halmahera. Oleh para pengikutnya, Pangeran Nuku kemudian diangkat sebagai sultan dengan gelar Tuan Sultan Amir Muhammad Syafiudin Syah.
Dengan posisinya sebagai sultan ini, maka perlawanan terhadap VOC semakin diperkuat. Bahkan Sultan Nuku juga berhasil meyakinkan Sultan Aharal dan Pangeran Ibrahim dari Ternate untuk bersama-sama melawan VOC. Pangeran Nuku juga mendapat dukungan dari para pedagang Seram Timur. Kapitan laut Pangeran Nuku sebagian besar berasal dari para pemuka pedagang Seram Timur. Para pedagang Seram Timur ini memiliki kemandirian dan militansi yang tinggi.
Dalam perang ini Sultan Nuku juga mendapat dukungan dari armada Inggris (EIC). Belanda kewalahan dan tidak mampu membendung semangat pasukan Sultan Nuku untuk lepas dari dominasi Belanda. Akhirnya Sultan Nuku berhasil mengembangkan pemerintahan yang berdaulat serta melepaskan diri dari dominasi Belanda di Tidore sampai akhir hayatnya (tahun 1805).
2.3 Perlawanan Mataram Terhadap VOC
Sultan Agung merupakan raja yang paling terkenal dari Kerajaan Mataram. Pada masa pemerintahan Sultan Agung, Mataram mencapai zaman keemasan.
2.3.1. Latar Belakang Perlawanan Sultan Agung terhadap VOC
Perlawanan Sultan Agung terhadap VOC dilatar belakangi oleh beberapa hal. Salah satu alasannya yaitu karena cita-cita Sultan Agung.
Cita-cita Sultan Agung
- Mempersatukan seluruh tanah Jawa
- Mengusir kekuasaan asing dari bumi Nusantara.
Terkait dengan cita-citanya ini maka Sultan Agung sangat menentang keberadaan kekuatan VOC di Jawa. Apalagi tindakan VOC yang terus memaksakan kehendak untuk melakukan monopoli perdagangan membuat para pedagang Pribumi mengalami kemunduran.
Kebijakan monopoli itu juga dapat membawa penderitaan rakyat. Oleh karena itu, Sultan Agung merencanakan serangan ke Batavia.
Alasan Sultan Agung Menyerang Batavia
- Tindakan monopoli yang dilakukan VOC;
- VOC sering menghalang-halangi kapal-kapal dagang Mataram yang akan berdagang ke Malaka;
- VOC menolak untuk mengakui kedaulatan Mataram; dan
- Keberadaan VOC di Batavia telah memberikan ancaman serius bagi masa depan Pulau Jawa.
2.3.2. Jalannya Perlawanan Sultan Agung dan Rakyat Mataram
Pada tahun 1628 Sultan Agung mempersiapkan pasukan Mataram dengan segenap persenjataan dan perbekalannya untuk menyerang VOC di Batavia. Pada waktu itu yang menjadi Gubernur Jenderal VOC adalah J.P. Coen. Pada tanggal 22 Agustus 1628, pasukan Mataram di bawah pimpinan Tumenggung Baureksa menyerang Batavia. Pasukan Mataram berusaha membangun pospos pertahanan, tetapi kompeni VOC terus berusaha menghalang-halangi. Akibatnya pertempuran antara kedua pihak tidak dapat dihindarkan.
Di tengah-tengah berkecamuknya peperangan itu pasukan Mataram yang lain berdatangan seperti pasukan di bawah Tumenggung Sura Agul-Agul yang dibantu oleh Kiai Dipati Mandurareja dan Upa Santa. Datang pula laskar orang-orang Sunda di bawah pimpinan Dipati Ukur. Pasukan Mataram berusaha mengepung Batavia dari berbagai tempat. Terjadilah pertempuran yang sangat sengit antara pasukan Mataram melawan tentara VOC di berbagai tempat. Akan tetapi kekuatan tentara VOC dengan senjatanya jauh lebih unggul, sehingga dapat memukul mundur semua lini kekuatan pasukan Mataram. Tumenggung Baureksa gugur dalam pertempuran itu. Dengan demikian, serangan tentara Sultan Agung pada tahun 1628 itu belum berhasil.
Sultan Agung tidak lantas berhenti dengan kekalahan yang baru saja dialami pasukannya. Ia segera mempersiapkan serangan yang kedua. Belajar dari kekalahan terdahulu Sultan Agung meningkatkan jumlah kapal dan senjata, Ia juga membangun lumbung-lumbung beras untuk persediaan bahan makanan seperti di Tegal dan Cirebon. Tahun 1629 pasukan Mataram diberangkatkan menuju Batavia. Sebagai pimpinan pasukan Mataram dipercayakan kepada Tumenggung Singaranu, Kiai Dipati, Juminah, dan Dipati Purbaya.
Ternyata informasi persiapan pasukan Mataram diketahui oleh VOC. Dengan segera VOC mengirim kapal-kapal perang untuk menghancurkan lumbung-lumbung yang dipersiapkan pasukan Mataram. Di Tegal tentara VOC berhasil menghancurkan 200 kapal Mataram, 400 rumah penduduk dan sebuah lumbung beras cadangan makanan pasukan Mataram. Pasukan Mataram pantang mundur, dengan kekuatan pasukan yang ada terus berusaha mengepung Batavia.
Pasukan Mataram berhasil mengepung dan menghancurkan Benteng Hollandia. Berikutnya pasukan Mataram mengepung Benteng Bommel, tetapi gagal menghancurkan benteng tersebut. Pada saat pengepungan Benteng Bommel, terpetik berita bahwa J.P. Coen meninggal. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 21 September 1629. Dengan semangat juang yang tinggi pasukan Mataram terus melakukan penyerangan. Dalam situasi yang kritis ini pasukan VOC semakin marah dan meningkatkan kekuatannya untuk mengusir pasukan Mataram. Dengan mengandalkan persenjataan yang lebih baik dan lengkap, akhirnya dapat menghentikan serangan-serangan pasukan Mataram. Pasukan Mataram semakin melemah dan akhirnya merekapun ditarik mundur kembali ke Mataram. Dengan demikian, serangan Sultan Agung yang kedua ini juga mengalami kegagalan.
Kegagalan pasukan Mataram menyerang Batavia, membuat VOC semakin berambisi untuk terus memaksakan monopoli dan memperluas pengaruhnya di daerah-daerah lain. Namun, di balik itu VOC selalu khawatir dengan kekuatan tentara Mataram. Tentara VOC selalu berjaga-jaga untuk mengawasi gerak-gerik pasukan Mataram. Sebagai contoh pada saat pasukan Sultan Agung dikirim ke Palembang untuk membantu Raja Palembang dalam melawan VOC, langsung diserang oleh tentara VOC di tengah-tengah perjalanan. Perlawanan pasukan Sultan Agung terhadap VOC mengalami kegagalan. Namun, semangat dan cita-cita untuk melawan dominasi asing terus tertanam pada jiwa Sultan Agung dan para pengikutnya. Secara militer Mataram memang tidak berhasil memaksa VOC untuk menjadi bawahan Mataram.
Sementara itu, tentara VOC sendiri sebenarnya merasa khawatir dan segan terhadap kekuatan militer Mataram. Sultan Agung yang cerdas itu kemudian menggunakan kemampuan diplomasi. Melalui kemampuan diplomasinya Sultan Agung berhasil memaksa VOC untuk mengakui eksistensi Mataram dan Sultan Agung sebagai Yang Dipertuan Agung. Hal ini buktikan dengan pengiriman upeti secara periodik dari VOC ke Mataram. Sementara VOC mendapat imbalan diizinkan untuk melakukan perdagangan di pantai utara Jawa. Dalam perdagangan ini VOC cenderung melakukan monopoli.
2.3.3. Berakhirnya Perlawanan Mataram terhadap VOC
Sayangnya semangat dan kebesaran Sultan Agung itu tidak diwarisi oleh raja-raja pengganti Sultan Agung. Setelah Sultan Agung meninggal tahun 1645, Mataram menjadi semakin lemah sehingga akhirnya berhasil dikendalikan oleh VOC.
Sebagai pengganti Sultan Agung adalah Sunan Amangkurat I. Ia memerintah pada tahun 1646-1677. Ternyata Raja Amangkurat I merupakan raja yang lemah dan bahkan bersahabat dengan VOC. Raja ini juga bersifat reaksioner dengan bersikap sewenang-wenang kepada rakyat dan kejam terhadap para ulama. Oleh karena itu, pada masa pemerintahan Amangkurat I itu timbul mulai berbagai perlawanan rakyat. Salah satu perlawanan itu dipimpin oleh Trunajaya.
2.4 Perlawanan Banten Terhadap VOC
Perlawanan Sultan Ageng Tirtayasa – Banten memiliki posisi yang strategis sebagai bandar perdagangan internasional. Oleh karena itu, sejak semula Belanda ingin menguasai Banten, tetapi tidak pernah berhasil. Akhirnya VOC membangun Bandar di Batavia pada tahun 1619. Terjadi persaingan antara Banten dan Batavia memperebutkan posisi sebagai bandar perdagangan internasional. Oleh karena itu, rakyat Banten sering melakukan serangan-serangan terhadap VOC.
2.4.1 Sultan Ageng Tirtayasa Naik Tahta
Pada tahun 1651, Pangeran Surya naik tahta di Kesultanan Banten. Ia adalah cucu Sultan Abdul Mufakhir Mahmud Abdul Karim, anak dari Sultan Abu al- Ma’ali Ahmad yang wafat pada 1650. Pangeran Surya bergelar Sultan Abu al- Fath Abdulfatah. Sultan Abu al-Fath Abdulfatah ini lebih dikenal dengan nama Sultan Ageng Tirtayasa. la berusaha memulihkan posisi Banten sebagai bandar perdagangan internasional sekaligus menandingi perkembangan VOC di Batavia. Beberapa kebijakannya misalnya mengundang para pedagang Eropa lain seperti Inggris, Perancis, Denmark, dan Portugis.
Menghadapi serangan pasukan Banten, VOC terus memperkuat kota Batavia dengan mendirikan benteng-benteng pertahanan seperti Benteng Noordwijk. Dengan tersedianya beberapa benteng di Batavia diharapkan VOC mampu bertahan dari berbagai serangan dari luar dan mengusir para penyerang tersebut. Sementara itu untuk kepentingan pertahanan, Sultan Ageng memerintahkan untuk membangun saluran irigasi yang membentang dari Sungai Untung Jawa sampai Pontang.
Selain berfungsi untuk meningkatkan produksi pertanian, saluran irigasi dimaksudkan juga untuk memudahkan transportasi perang. Pada masa pemerintahan Sultan Ageng ini memang banyak dibangun saluran air/irigasi. Oleh karena jasa-jasanya ini maka sultan digelari Sultan Ageng Tirtayasa (tirta artinya air).
detail lihat difile
Pembagian Urusan Pemerintahan
Serangan dan gangguan terhadap VOC terus dilakukan. Di tengah-tengah mengobarkan semangat anti VOC itu, pada tahun 1671 Sultan Ageng Tirtayasa mengangkat putra mahkota Abdulnazar Abdulkahar sebagai raja pembantu yang lebih dikenal dengan nama Sultan Haji. Sebagai raja pembantu Sultan Haji bertanggung jawab urusan dalam negeri, dan Sultan Ageng Tirtayasa bertanggung jawab urusan luar negeri dibantu puteranya yang lain, yakni Pangeran Arya Purbaya.
2.4.2 Politik Adu Domba VOC
Pemisahan urusan pemerintahan di Banten ini tercium oleh perwakilan VOC di Banten W. Caeff. Ia kemudian mendekati dan menghasut Sultan Haji agar urusan pemerintahan di Banten tidak dipisah-pisah dan jangan sampai kekuasaan jatuh ke tangan Arya Purbaya. Karena hasutan VOC ini Sultan Haji mencurigai ayah dan saudaranya. Sultan Haji juga sangat khawatir, apabila dirinya tidak segera dinobatkan sebagai sultan, sangat mungkin jabatan sultan itu akan diberikan kepada Pangeran Arya Purbaya. Tanpa berpikir panjang Sultan Haji segera membuat persekongkolan dengan VOC untuk merebut tahta kesultanan Banten. Timbullah pertentangan yang begitu tajam antara Sultan Haji dengan Sultan Ageng Tirtayasa.
Dalam persekongkolan tersebut VOC sanggup membantu Sultan Haji untuk merebut Kesultanan Banten tetapi dengan empat syarat.
- Banten harus menyerahkan Cirebon kepada VOC,
- Monopoli lada di Banten dipegang oleh VOC dan harus menyingkirkan para pedagang Persia, India, dan Cina,
- Banten harus membayar 600.000 ringgit apabila ingkar janji
- Pasukan Banten yang menguasai daerah pantai dan pedalaman Priangan segera ditarik kembali. Isi perjanjian ini disetujui oleh Sultan Haji.
Sultan Haji Berhasil Merebut Kekuasaan
Pada tahun 1681 VOC atas nama Sultan Haji berhasil merebut Kesultanan Banten. Istana Surosowan berhasil dikuasai. Sultan Haji menjadi Sultan Banten yang berkedudukan di istana Surosowan. Sultan Ageng Tirtayasa kemudian membangun istana yang baru berpusat di Tirtayasa. Sultan Ageng Tirtayasa berusaha merebut kembali Kesultanan Banten dari Sultan Haji yang didukung VOC.
2.4.3 Perlawanan Sultan Ageng Tirtayasa
Pada tahun 1682 pasukan Sultan Ageng Tirtayasa berhasil mengepung istana Surosowan. Sultan Haji terdesak dan segera meminta bantuan tentara VOC. Datanglah bantuan tentara VOC di bawah pimpinan Francois Tack. Pasukan Sultan Ageng Tirtayasa dapat dipukul mundur dan terdesak hingga ke Benteng Tirtayasa. Benteng Tirtayasa juga dikepung tentara VOC. Sultan Ageng Tirtayasa akhirnya berhasil meloloskan diri bersama puteranya, pangeran Purbaya ke hutan Lebak. Mereka masih melancarkan serangan sekalipun dengan bergerilya.
Tentara VOC terus memburu. Sultan Ageng Tirtayasa beserta pengikutnya yang kemudian bergerak ke arah Bogor. Pada tahun 1683 Sultan Ageng Tirtayasa berhasil ditangkap oleh VOC dengan tipu muslihat. Sultan Ageng ditawan di Batavia sampai wafatnya pada tahun 1692.
Semangat juang Sultan Ageng Tirtayasa beserta pengikutnya tidak pernah padam. Ia telah mengajarkan untuk selalu menjaga kedaulatan negara dan mempertahankan tanah air dari dominasi asing. Hal ini terbukti setelah Sultan Ageng Tirtayasa meninggal, perlawanan rakyat Banten terhadap VOC terus berlangsung. Misalnya pada tahun 1750 berkobar perlawanan yang dipimpin oleh seorang ulama terkenal yakni Ki Tapa.
Pada bulan November 1750 gabungan pasukan VOC dan tentara kerajaan berhasil dihancurkan oleh pasukan Ki Tapa. Ki Tapa ini antara lain juga mendapat dukungan seorang pangeran yang bekerja sama dengan Ratu Bagus. Perlawanan Ki Tapa ini semakin meluas. VOC tidak ingin dipermalukan oleh pasukan pribumi. Oleh karena itu, pada tahun 1751 VOC mengerahkan pasukan gabungan yang jumlah sangat besar mencapai 1250 personil untuk mengepung pasukan Ki Tapa dan Ratu Bagus. Pasukan Ki Tapa dapat didesak oleh VOC. Namun, Ki Tapa dan ratu Bagus dapat meloloskan diri dan pergi ke hutan untuk melancarkan perang gerilya. Ki Tapa telah menjadi lambang kekuatan Banten yang tidak pernah terkalahkan.
2.5 Perlawanan Rakyat Makassar
Perlawanan Sultan Hasanuddin Terhadap VOC – Kerajaan Gowa merupakan salah satu kerajaan yang sangat terkenal di Nusantara. Pusat pemerintahannya berada di Somba Opu yang sekaligus menjadi pelabuhan Kerajaan Gowa. Somba Opu senantiasa terbuka untuk siapa saja. Banyak para pedagang asing yang tinggal di kota itu. Misalnya, orang Inggris, Denmark, Portugis, dan Belanda. Mereka diizinkan membangun loji di kota itu. Gowa anti terhadap tindakan monopoli perdagangan.
Masyarakat Gowa ingin hidup merdeka dan bersahabat kepada siapa saja tanpa hak istimewa. Masyarakat Gowa senantiasa berpegang pada prinsip hidup sesuai dengan kata-kata “Tanahku terbuka bagi semua bangsa”, “Tuhan menciptakan tanah dan laut; tanah dibagikan-Nya untuk semua manusia dan laut adalah milik bersama.” Dengan prinsip keterbukaan dan kebersamaan itu maka Gowa cepat berkembang.
Makassar dengan pelabuhan Somba Opu memiliki posisi yang strategis dalam jalur perdagangan internasional. Pelabuhan Somba Opu telah berperan sebagai bandar perdagangan tempat persinggahan kapal-kapal dagang dari timur ke barat atau sebaliknya. Sebagai contoh kapal-kapal pengangkut rempah-rempah dari Maluku yang berangkat ke Malaka sebelumnya singgah dulu di Bandar Somba Opu. Begitu pula barang dagangan dari barat yang akan masuk ke Maluku juga melakukan bongkar muat di Somba Opu.
2.5.1 Latar Belakang Perlawanan
Dengan melihat peran dan posisi Makassar atau Kerajaan Gowa yang strategis, VOC berusaha keras untuk dapat mengendalikan Gowa. VOC ingin menguasai pelabuhan Somba Opu serta menerapkan monopoli perdagangan. Untuk itu VOC harus dapat menundukkan Kerajaan Gowa. Berbagai upaya untuk melemahkan posisi Gowa terus dilakukan. Sebagai contoh, pada tahun 1634, VOC melakukan blokade terhadap Pelabuhan Somba Opu, tetapi gagal karena perahu-perahu Makasar yang berukuran kecil lebih lincah dan mudah bergerak di antara pulau-pulau, yang ada. Bahkan dengan menggunakan perahu-perahu tradisional seperti padewakang, palari, sope dan yang sudah begitu terkenal perahu pinisi, mereka sudah biasa mengarungi perairan Nusantara. VOC pun merasa kesulitan untuk memburu dan menangkap perahu-perahu tersebut. Oleh karena itu, saat kapal-kapal VOC sedang patroli dan menemui perahu-perahu orang-orang Bugis, Makassar dan yang lain segera diburu, ditangkap, dan dirusaknya.
Raja Gowa, Sultan Hasanuddin ingin segera menghentikan tindakan VOC yang anarkis dan provokatif itu. Sultan Hasanuddin menentang ambisi VOC yang ingin memaksakan monopoli di Gowa. Seluruh kekuatan dipersiapkan untuk menghadapi VOC. Benteng pertahanan mulai dipersiapkan di sepanjang pantai. Beberapa sekutu Gowa mulai dikoordinasikan. Semua dipersiapkan untuk melawan kesewenangwenangan VOC.
2.5.2 Politik Devide Et Impera VOC
Sementara itu, VOC juga mempersiapkan diri untuk menundukkan Gowa. Politik devide et impera mulai dilancarkan. Misalnya VOC menjalin hubungan dengan seorang Pangeran Bugis dari Bone yang bernama Aru Palaka. Setelah mendapat dukungan Aru Palaka, pimpinan VOC, Gubernur Jenderal Maetsuyker memutuskan untuk menyerang Gowa. Dikirimlah pasukan ekspedisi yang berkekuatan 21 kapal dengan mengangkut 600 orang tentara. Mereka terdiri atas tentara VOC, orang-orang Ambon, dan orang-orang Bugis Bone yang di pimpin oleh Aru Palaka.
Pada tanggal 7 Juli 1667, meletus Perang Gowa. Tentara VOC dipimpin oleh Cornelis Janszoon Spelman, diperkuat oleh pengikut Aru Palaka dan ditambah orang-orang Ambon di bawah pimpinan Jonker van Manipa. Kekuatan VOC ini menyerang pasukan Gowa dari berbagai penjuru. Beberapa serangan VOC berhasil ditahan pasukan Hasanuddin. Tetapi dengan pasukan gabungan disertai peralatan senjata yang lebih lengkap, VOC berhasil mendesak pasukan Hasanuddin. Benteng pertahanan tentara Gowa di Barombang dapat diduduki oleh pasukan Aru Palaka. Hal ini menandai kemenangan pihak VOC atas kerajaan Gowa. Hasanuddin kemudian dipaksa untuk menandatangani Perjanjian Bongaya pada tanggal 18 November 1667.
Isi Perjanjian Bongaya
- Gowa harus mengakui hak monopoli VOC.
- Semua orang Barat, kecuali Belanda harus meninggalkan wilayah Gowa.
- Gowa harus membayar biaya perang.
Sultan Hasanuddin tidak ingin melaksanakan isi perjanjian itu, karena isi perjanjian itu bertentangan dengan hati nurani dan semboyan masyarakat Gowa atau Makassar. Pada tahun 1668 Sultan Hasanuddin mencoba menggerakkan kekuatan rakyat untuk kembali melawan kesewenangwenangan VOC itu. Namun perlawanan ini segera dapat dipadamkan oleh VOC. Bahkan benteng pertahanan rakyat Gowa jatuh dan dikuasai oleh VOC. Benteng itu kemudian oleh Spelman diberi nama Benteng Rotterdam.
Dengan sangat terpaksa Sultan Hasanuddin harus melaksanakan isi Perjanjian Bongaya. Dengan ditandatanganinya Perjanjian Bongaya, VOC memang berhasil mengendalikan peran politik Kerajaan Gowa. Tetapi VOC tidak mampu mengendalikan dan memaksakan monopoli perdagangan di perairan Indonesia Timur. Dengan ditandatanganinya Perjanjian Bongaya itu justru melahirkan diaspora perdagangan bagi orang-orang Bugis-Makassar. Mereka tidak menghiraukan monopoli yang dipaksakan VOC. Dengan prinsip bebas berdagang mereka menyelundup ke berbagai kota dan pelabuhan untuk berdagang termasuk perdagangan rempah-rempah di Maluku. Artinya VOC gagal dalam mengendalikan perdagangan yang dilakukan oleh orang-orang Bugis-Makassar.
Heather Sutherland menjelaskan kegagalan VOC mengendalikan perdagangan di perairan Indonesia Timur yang dilakukan oleh orang-orang Bugis-Makassar itu.
2.5.3 Penyebab Kegagalan VOC Mengendalikan Perdagangan di Perairan Indonesia Timur
Ketidakmungkinan membatasi perdagangan yang didukung dengan motif mencari untung dipadu dengan kondisi geografis yang sulit terpantau sehingga mudah untuk melakukan penyelundupan dagang, VOC memiliki kelemahan dalam pemasaran, karena mengejar keuntungan yang tinggi dan tidak mampu membangun jaringan dengan pasar lokal/tidak paham dengan selera pasar lokal, dan Keterlibatan VOC dalam pembelian produk-produk lokal sangat kecil, termasuk produk-produk laut, sementara para pedagang Cina sangat menghargai produk lokal dan produk-produk laut ini. Akhirnya VOC tidak mampu bersaing dengan pedagang Cina dan pribumi (Singgih Tri Sulistiyono, “Pasang Surut Jaringan Makasar Hingga Masa Akhir Dominasi Kolonial Belanda, dalam buku Indonesia dalam Arus Sejarah, 2012).
2.6 Perlawanan rakyat Riau terhadap VOC
selengkapnya lihat difile
2.7 Perlawanan Etnik Tionghoa Terhadap Voc
selengkapnya lihat difile
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Perjuangan bangsa pada awalnya sebelum abad 20 masih bersifat kelompok, kedaerahan yang masih menggunakan fisik tapi setelah dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya kesadaran nasional untuk membebaskan bangsa ini dari penjajahan bangsa eropa, maka setelah abad ke-20 merupakan perjuangan yang sudah menunjukkan karakter yang bersifat nasional. Perjuangan nasional juga dikenal dengan istilah Pergerakan Nasional.
Tak hanya bersifat nasional, tapi bersifat perjuangan diplomasi dan organisasi. Corak perlawanan berubah dari pola perjuangan fisik (memakai senjata) menjadi non fisik (diplomasi dan organisasi). Berubahnya corak perlawanan terhadap penjajah pada masa pergerakan nasional terwujud berkat meningkatnya pendidikan di masa itu yang kemudian melahirkan kelompok baru, yaitu kaum intelektual atau golongan terpelajar. Dan kelompok yang sangat berjasa pada masa perjuangan dari pondok pesantren yang didalamnya para Kiai dan santri. Resolusi Jihad yang dikeluarkan oleh seluruh Ulama-ulama pada masa itu berhasil membakar semangat seluruh umat muslim untuk habis-habisan mengusir penjajah dari Bumi pertiwi ini. Contohnya di Surabaya seandainya pada saat itu tidak ada perintah jihad dari Bung Tomo yang berhasil membakar seluruh elemen masyarakat surabaya pada umumnya dan umat islam khususnya. Allahuakbar..
3.2 Saran
Semoga dengan dibuatnya makalah ini, kita bisa mengetahui bagaimana susahnya pejuang Indonesia zaman dahulu merebut NKRI, dari bertaruh harta maupun nyawa. Janganlah melupakan jasa pahlawan yang telah gugur dalam membela Indonesia dan semoga kita bisa mengambil nilai-nilai luhur dari mereka.
DAFTAR PUSTAKA
Perlawanan Rakyat Riau ( 8 September 2019 ).Diperoleh dari https://www.synaoo.com/sejarah-perlawanan-rakyat-riau-terhadap-voc-belanda/
Perlawanan Rakyat Makassar ( 8 September 2019 ).Diperoleh dari https://www.synaoo.com/perlawanan-sultan-hasanuddin-terhadap-voc/
Perlawanan Rakyat Banten ( 8 September 2019 ).Diperoleh dari https://www.synaoo.com/perlawanan-sultan-ageng-tirtayasa/
Perlawanan Rakyat Mataram ( 8 September 2019 ).Diperoleh dari https://www.synaoo.com/perlawanan-sultan-agung-terhadap-voc/
Perlawanan Rakyat Maluku ( 8 September 2019 ).Diperoleh dari https://www.synaoo.com/perlawanan-rakyat-maluku-terhadap-portugis/
Perlawanan Rakyat Aceh ( 8 September 2019 ).Diperoleh dari https://www.synaoo.com/perlawanan-rakyat-aceh-terhadap-portugis/
Perlawanan Etnik Tinghoa ( 8 September 2019 ).Diperoleh dari https://www.history.id/sosial/geger-pecinan-pembantaian-etnis-tionghoa-di-batavia/
Perlawanan Rakyat ( 8 September 2019 ).Diperoleh dari https://makalahpoint.blogspot.com/2016/12/makalah-sejarah-perang-aceh.html
Perlawanan Rakyat ( 8 September 2019 ).Diperoleh dari http://azzamau.blogspot.com/2018/09/makalah-strategi-perlawanan-bangsa.html
silahkan DOWNLOAD filenya
Tidak ada komentar: